Kamis, 17 September 2015

Di Melaka, Aceh Serasa Begitu Dekat



Teungku Helmi, SE
[ Pencinta Sejarah Perjuangan Aceh]
MELAKA merupakan daerah paling bersejarah dalam sejarah Malaysia dari 13 negeri yang ada di negara jiran Indonesia ini. Melaka memberikan kesan tersendiri bagi saya. Datang ke sini seakan saya masuk ke abad 16 saat Melaka mempunyai hubungan sangat erat dengan Kerajaan Aceh.

Kota Melaka yang memiliki moto “Melaka Bandarnya Bersejarah”, merupakan salah satu kota di Malaysia yang memiliki banyak bangunan tua peninggalan kolonial penjajah.

Banyak pula wisatawan yang menyukai hal-hal terkait sejarah Melaka, kota bersejarah di kawasan Asia Tenggara. Dikatakan bersejarah karena Melaka ini dulunya dijadikan pusat perdagangan menggunaka jalur perairan di Asia, terutama Asia Tengggara.

Sudah sejak dulu sering saya dengar Selat Melaka. Tapi baru kali inilah saya berkesempatan berkunjung ke Negeri Melaka yang jaraknya kurang lebih 100 km dari Airport Kuala Lumpur. Meski jauh, tapi peluang berkunjung ke Melaka tidak saya sia-siakan. Soalnya, di sini banyak hal yang bisa saya pelajari, terutama tentang sejarah. Negeri Melaka memang dikenal sebagai negeri bersejarah yang hampir sama dengan sejarah di masa Kesultanan Aceh tempo dulu, karena mereka juga pernah dijajah oleh Belanda dan Portugis.
Menariknya, masyarakat Melaka sangat respek terhadap orang Aceh. Buktinya, ketika saya memperkenalkan diri dari Aceh, mereka langsung appreciate dan menyambut hangat, seolah pertemuan dengan sahabat yang sudah lama tak bersua.

Berdasarkan yang saya pelajari, dekatnya hubungan Aceh dengan Melaka tidak terlepas dari peran Portugis yang berusaha menguasai negeri-negeri Islam di kawasan timur ketika itu. Hubungan Aceh-Melaka terus berlangsung hingga hari ini, sehingga boleh dikata: orang Aceh dan orang Melayu Malaysia memiliki hubungan batin yang dekat.


Hari saat saya berkunjung ke Melaka ini, hubungan batin itu kembali menunjukkan wujudnya. Ditemani dua orang, Ashman dan Ijam, putra daerah setempat yang baru pulang cuti panjang dari pendidikannya di Irlandia, saya mendapatkan lebih banyak informasi penting tentang Melaka.

Karena mereka tahu saya berasal dari Aceh, lalu dengan penuh semangat Ashman dan Ijam bercerita banyak tentang sejarah Melaka kepada saya. Tak cuma itu, mereka juga membawa saya mengelilingi tempat-tempat bersejarah untuk menemukan jejak Aceh di Melaka, tepatnya di Melaka Sentral Bersejarah.
Kami menuju Bangunan Merah atau yang dikenal juga dengan nama Stadthys, ikon Melaka. Stadthys pada tahun 1650 merupakan kediaman Belanda.

Kemudian mereka bawa saya menuju Replika Istana Sultan Melaka. Sungguh, di dalam istana ini saya hampir menemukan sejarah yang persis sama kejadiaannya dengan sejarah Aceh yang selalu kita lihat di Museum Aceh.

Selanjutnya kami melangkah ke bangunan yang berada di dekat Replika Istana Sultan Melaka. Namanya, Porta de Santiago. Ini merupakan puing bangunan yang di depannya terdapat meriam tua, kurang lebih sama dengan yang kita bisa lihat di halaman Gedung Baperis di sebelah kanan Meuligoe (Pendapa) Gubernur Aceh. Bangunan Porta de Santiago ini tersusun dari batu bata merah dan di dalamnya terdapat musisi jalanan serta pelukis jalanan.

Terakhir kami mengunjungi Museum Maritim dengan menempuh jalur pinggir sungai. Museum ini merupakan model kapal semasa zamannya, berfungsi sebagai kapal dagang dan kapal perang.


Di dalam museum ini saya saksikan berbagai macam kandungan sejarahnya. Menarik, salah satu kapal zaman dulu sama persis model fisiknya dengan kapal yang ada di Aceh. Dan itulah yang, antara lain, mereka pajangkan di dalam museum ini. Aceh serasa begitu dekat dengan banyak hal yang sama temukan di Melaka.

Menurut saya, Melaka merupakan destinasi wisata yang wajib dikunjungi apabila orang Aceh sedang berlibur ke Malaysia. Bagi penyuka sejarah Aceh sangat saya sarankan untuk mengunjungi Melaka karena masih banyak bangunan yang bergaya kolonial di sini yang hampir serupa dengan yang Aceh.

Negeri ini memiliki bendera sendiri, seperti negeri-negeri lain dalam “daulah” Malaysia. Ini merupakan salah satu bentuk kedaulatan rakyat Melaka secara otonom yang entah kapan menjelma di Aceh

[Artikel ini pernah dimuat di Kolom Citizen Reporter Harian Serambi Indonesia : http://aceh.tribunnews.com/2015/08/16/di-melaka-aceh-serasa-begitu-dekat?page=3 ]

Harian Cetak Serambi Indonesia, Aceh
16 Agustus 2015

Email Penulis : teungku.helmi@gmail.com

0 komentar: